Ibunya bernama Qutayrah
binti Abu Uzza dari Bani Amir bin Lu’ai. Dia adalah saudara kandung Abdullah
bin Abu Bakar ra. Asma’ telah dilahirkan 27 tahun sebelum Hijriyah. Usianya
lanjut, sehingga dia wafat pada tahun ke-73 sesudah Hijriyah. Berarti usianya
genap satu abad.
Dari masa jahiliyah hingga ke masa
pemerintahan Bani Umayyah. Semenjak permulaan Islam, Asma’ telah banyak
membantu perjuangan Nabi SAW beserta ayahnya. Ketika Rasulullah SAW dan Abu
Bakar ra. dikejar-kejar oleh kafir-kafir Quraisy, keduanya bersembunyi di gua
Tsur, maka setiap petangnya, Asma’ binti Abu Bakar seorang diri telah datang ke
tempat persembunyian itu untuk membawa makanan dan minuman untuk Nabi SAW serta
ayahnya. Pada malam ketiga, Asma’ juga telah datang ke tempat persembunyian
Rasulullah SAW dengan membawa seorang penunjuk jalan, yaitu Abdullah bin
Uraiqith. Kemudian Nabi SAW bersama sahabatnya meninggalkan gua itu untuk
melanjutkan perjalanan. Sedangkan Asma’ membawakan bungkusan makanan bagi
mereka. Dan karena dia tidak menemukan tali untuk mengikat makanan itu pada
unta, maka ia membuka tali ikat pinggangnya, lalu disobeknya menjadi dua utas
tali. Yang satu dijadikan ikat makanan kepada unta, dan yang lain diikatkan
pada pinggangnya. Dan sejak itulah dia telah dikenal dengan panggilan ‘Wanita
yang mempunyai dua ikat pinggang’.
Setelah berkhidmat dan membantu perjuangan
Nabi SAW ketika berhijrah ke Madinah, Asma’ segera kembali ke rumahnya. Namun,
belum sempat Asma’ tiba di rumahnya, beberapa orang kaum Quraisy dengan
diketuai oleh Abu jahal, sudah berada di belakangnya. Asma’ ditanya dengan
berbagai pertanyaan. Tetapi dia tetap menjawab, ‘Saya tidak tahu.’ Hal itu
telah membuat Abu Jahal marah, lalu dia menampar Asma’ dengan tangannya yang
kasar itu. Lantaran tamparan itu terlalu kuat, sehingga anting-anting Asma’
tercabut dari telinganya. Rasa sakit dari tamparan Abu jahal itu terus terasa
oleh Asma’ sampai beberapa hari, bahkan dia tidak dapat melupakannya seumur
hayatnya.
Asma’ telah memeluk Islam bersama-sama
orang yang pertama memeluk Islam. Dia adalah orang yang kedelapan belas dalam
urutan orang-orang yang mula-mula memeluk Islam. Usia Asma’ delapan tahun lebih
tua dari ‘Aisyah ra. Asma’ telah menikah dengan Zubair bin Awwam ra. Dan
darinya mempunyai anak: Abdullah, Urwah, Mundzir, Asim, Muhajir, Khadijah,
Ummul Hasan dan ‘Aisyah. Suaminya, Zubair telah syahid dalam pertempuran jamal.
Asma’ binti Abu Bakar berkata, ‘Ketika aku menikahi Zubair, dia belum mempunyai
rumah, juga tidak mempunyai budak. Dia tidak mempunyai apa-apa di muka bumi ini
selain kudanya. Akulah yang biasanya menggembalakan kudanya, memberinya makan,
dan merawatnya. Selain itu aku juga yang menggiling bibit kurma, menggembalakan
unta, memberinya minum, menambal ember, dan membuat roti. Sebenarnya aku tidak
begitu pandai membuat roti, maka tetanggaku orang Anshar yang biasanya
membuatkan roti untukku. Mereka adalah wanita-wanita yang ramah.’
Asma’ sering menjujung bibit kurma di
kepalanya dari hasil tanah milik Zubair yang telah dihadiahkan oleh Rasulullah
SAW kepadanya. Tanah itu jauhnya sekitar 2 mil. Suatu hari, Asma’ sedang
membawa bji-biji kurma itu di atas kepalanya, di tengah perjalanan ia bertemu
dengan Rasulullah SAW dan sekelompok sahabat ra. Lalu Beliau SAW memanggil
Asma’, ‘Ayo! lkutlah!’ mengajaknya agar ikut di belakang beliau. Asma’ merasa
malu sekati berjalan bersama para laki-laki. Dan ia teringat akan Zubair dan
kecemburuannya. Karena Zubair termasuk orang yang paling pencemburu. Dan ketika
Rasulullah SAW melihat bahwa Asma’ malu, lalu beliau pergi. Setelah itu, Asma’
menemui Zubair dan menceritakan kejadian tadi, ‘Tadi Rasulullah SAW bertemu
denganku ketika aku sedang menjunjung biji kurma di kepalaku. Ada sekelompok
sahabat bersama beliau. Beliau merundukkan untanya supaya aku bisa ikut
menunggang unta itu bersama beliau, tetapi aku sangat malu dan aku tahu rasa
cemburumu.’ Zubair berkata, ‘Demi Allah, memikirkanmu menjunjung biji kurma
adalah lebih berat bagiku daripada kamu berkendaraan bersama beliau.’
Pada suatu ketika Asma’ merasa Zubair
berlaku keras terhadapnya. Lalu Asma’ menemui ayahnya, Abu Bakar Ash-Shiddiq
dan mengeluhkan tentangnya. Ayahnya berkata, ‘Putriku, sabarlah! Jika seorang
wanita mempunyai suami yang sholeh dan dia meninggal, lalu wanita itu tidak
menikah setelah itu, mereka akan dipersatukan kembali di surga.’
Asma’ binti Abu Bakar pernah datang menemui
Rasulullah SAW dan berkata, ‘Ya Nabi Allah! Tidak ada apa-apa di rumahku
kecuali apa yang dibawakan Zubair untukku. Salahkah bila aku menginfakkan
sebagian dari yang dibawakannya itu?’ Beliau menjawab, infakkanlah yang kamu
bisa. Jangan menimbun harta, atau Allah akan menahannya darimu.’
Kedermawanannya tidak diragukan lagi. Prinsip hidupnya adalah menyedekahkan apa
yang ada, tanpa menyimpannya. la sangat meyakini, bahwa dengan memperbanyak
sedekah akan menambah rezeki dan menyelesaikan masalah.
Diriwayatkan bahwa Asma’ binti Abu Bakar
jika merasa tidak enak badan, maka dia akan membebaskan semua budak miliknya. Jika
ia merasa sakit kepala, maka ia akan meletakkan tangannya di kepalanya, seraya
berkata, ‘Tubuhku, dan yang diampuni Allah sudah cukup!’ Asma’ pun sering
menasehati putra-putri dan ahli keluarganya, ‘Berinfaklah dan bersedekahlah dan
jangan menanti agar uangmu berlebih. Jika engkau mengharapkan uangmu berlebih,
engkau tidak akan mendapatkannya. Jika engkau bersedekah, engkau tidak akan
menderita kerugian.’
Demikian Islam melekat pada dirinya,
sehingga kepada ibu kandungnya pun ia sangat berhati-hati, mengingat ibu
kandungnya sendiri belum memeluk Islam. Diriwayatkan bahwa Qutayrah binti Abdul
Uzza – yaitu istri Abu Bakar yang telah diceraikan pada zaman jahiliyah karena
masih kufur – mengunjungi putrinya Asma’ binti Abu Bakar ra.. Ia membawa kurma,
mentega cair dan daun mimosa. Tetapi Asma’ menolak tidak mau menerima
pemberiannya itu, bahkan Asma’ telah melarang ibunya itu memasuki rumahnya.
Kemudian Asma’ menemui Aisyah ra., “Tanyakanlah kepada Rasulullah SAW." Beliau
menjawab, “Sebaiknya kamu izinkan ibumu masuk dan menerima pemberiannya.”
Kemudian Allah menurunkan wahyu-Nya,
"Allah tidak melarangmu untuk berbuat baik,
dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan
tidak pula mengusirmu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarangmu menjadikan sebagai
kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama, dan mengusirmu dari
negerimu, dan membantu orang lain dari mengusirmu. Dan barangsiapa yang
menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim."
(Al-Mumtahanah: 8-9)
Ketika usianya bertambah tua, Allah telah
memberinya ujian, yaitu kedua belah matanya menjadi buta. Dan kezuhudan dan
kecintaannya kepada akherat, telah banyak menjauhkan dirinya dari tipu daya
duniawi. Pernah pada suatu ketika, putranya yaitu Mundzir bin Zubair telah
datang dari lrak. Dan ia mengirimi Asma’ binti Abu Bakar ra. setelan baju yang
terbuat dari kain halus yang sangat lembut. Ketika baju itu sampai, Asma’
menyentuh kain itu dengan tangannya, lalu ia berkata, ‘Hussh! Kembalikan pakaian ini kepadanya!’ Terlihat
Asma’ sangat gusar dengan hadiah itu. Melihat hal ini Mundzir berkata, ‘Wahai
lbu, (baju) ini tidak tembus pandang!’ Asma’ menjawab, ‘Jika tidak tembus
pandang, ia tembus cahaya.’ Kemudian Mundzir memberikan kepada Asma’ sebuah
pakaian biasa dan Asma’ menerimanya. Asma’ berkata, ‘Aku akan memakai pakaian
seperti ini.’
Pada suatu ketika, pada masa pemerintahan
Bani Umayyah, ketika Asma’ telah berusia 100 tahun dan matanya telah menjadi
buta, datanglah Abdullah bin Zubair menemui ibunya Asma’. Abdullah berkata,
‘Wahai ibuku! Orang-orang telah mengecewakanku. Aku tidak mempunyai pendukung,
kecuali beberapa orang saja.’ Menanggapi kesedihan anaknya ini, Asma’
memberikan nasehat dan dorongan untuk membangkitkan lagi semangat anaknya, ia
berkata,
‘Wahai anakku, engkau tentu lebih tahu
tentang dirimu sendiri. jika engkau yakin, bahwa engkau di atas kebenaran, dan
kepada kebenaran engkau menyeru orang, maka teruskanlah! Sahabat-sahabatmu juga
telah terbunuh di atas kebenaran ini. Jangan engkau jadikan batang lehermu
dipermainkan oleh anak-anak bani Umayyah.
Tetapi, jika engkau hanya menginginkan
dunia semata, maka seburuk-buruk hamba adalah engkau! Engkau telah membinasakan
dirimu sendiri, dan engkau telah membinasakan orang-orang yang telah terbunuh
bersama-samamu.
Dan jika engkau berada di atas kebenaran,
lalu sahabat-sahabatmu menghadapi kesulitan, apakah engkau akan menjadi lemah?!
Demi Allah, ini bukanlah sikap orang-orang yang merdeka dan bukan pula sikap
ahli agama. Berapa lama engkau akan tinggal di dunia ini? Mati adalah lebih
baik!’
Mendengar nasehat dan dorongan dari Asma’
ini, maka Abdullah bin Zubair merasa tenang dan bersemangat. Lalu ia datang
kepada Asma’ dan mencium kepalanya, sambil berkata, ‘Demi Allah, inilah
pendapatku! Akan tetapi aku ingin mengambil pikiran darimu, dan kini engkau
telah menambahkan kepadaku keteguhan hati di atas keteguhan yang telah ada
padaku. lngatlah, wahai ibuku! Anggaplah aku ini sudah mati dari hari ini, dan
aku harap engkau tidak terlalu sedih jika mendengar beritaku kelak, dan
serahkanlah masalah ini kepada Allah!’ Kemudian Abdullah memberikan kata
selamat tinggal kepada ibunya.
Dalam riwayat lain disebutkan, pernah
Abdullah mengadu kepada ibunya tentang kebimbangan hatinya. Jika ia mati, tentu
mayatnya akan dipotong-potong oleh Al-Hajjaj. Maka Asma’ menentramkannya dengan
berkata, ‘Apakah orang yang sudah mati, akan merasakan siksa atau aniaya, yang
dibuat oleh orang yang hidup? Tentu tidak bukan?!’
Ketika Abdullah telah terbunuh di tangan
Al-Hajjaj, Hajjaj telah meletakkan mayatnya tersalib di atas batu. Dan dia
bersumpah tidak akan menurunkannya dari atas salib itu, sehingga ibunya sendiri
datang memohon kepadanya untuk menurunkan mayat itu. Akan tetapi, Asma’ sangat
enggan untuk menundukan kepalanya kepada Al-Hajjaj. Maka mayat itu terus
bergantung di situ, sehingga genap setahun lamanya di atas salib. Dan ketika
pada suatu hari Asma’ lewat di situ, ia berkata, ‘Apakah masih belum sampai
masanya bagi sang pahlawan ini untuk menapakkan kakinya di atas bumi!’
Mendengar ucapannya tersebut, orang-orang bani Umayyah telah menganggap
kata-kata Asma’ itu sebagai permintaan belas kasihan kepada anaknya, maka
mereka pun menurunkannya dari atas salib.
Al-Hajjaj pernah datang kepada Asma’ dengan
penuh keangkuhan dan berkata kepadanya, ‘Apa pendapatmu tentang apa yang telah
kulakukan terhadap anakmu?’ Asma’ menjawab dengan tegas, ‘Aku telah
membinasakan dunianya, ketika dia telah berhasil membinasakan akhiratmu.’
Sebelumnya Asma’ telah berdoa, ‘Ya Allah! Janganlah Engkau ambil nyawaku
sebelum mataku merasa bahagia dengan mayat anakku!’ Dan seminggu setelah mayat
Abdullah diturunkan dari salib itu, barulah Asma’ meninggal dunia.
Diriwayatkan bahwa Asma’ binti Abu Bakar
ra. juga termasuk golongan wanita-wanita pemberani. Dia selalu menyimpan sebuah
belati di bawah bantalnya untuk melawan para pencuri yang merajalela di
Madinah. Keberanian Asma’ bukan sekedar itu, bahkan ia berani berkata hak di
hadapan seorang penguasa walaupun terasa pahit. la pernah pergi menemui Hajjaj
dalam keadaan buta. Dia bertanya, ‘Di mana Hajjaj?’ Mereka menjawab, ‘la tidak di
sini.’ Dia berkata, ‘Katakanlah kepadanya bahwa aku mendengar Rasulullah SAW
berkata, ‘Ada dua orang laki-laki di Thaif: Yang seorang adalah pendusta dan
yang seorang lagi adalah perusak.’ Yang dimaksud perusak adalah Hajjaj itu
sendiri. Ketika pesan itu disampaikan kepada Hajjaj, Hajjaj berbalik
mengunjungi Asma’ binti Abu Bakar ra. dan berkata kepadanya, ‘Putramu telah
menumpang di rumah ini dan Allah telah membuatnya merasakan siksaan yang pedih
yang telah dilakukan atasnya.’ Asma’ menjawab, ‘Engkau berdusta. Dia berbakti
kepada kedua orang tuanya, berpuasa dan shalat, tetapi demi Allah, Rasulullah
SAW memberitahu kami bahwa seorang pendusta akan muncul dari Tsaqif, yang satu
lebih buruk dari yang pertama, yaitu ia seorang perusak.’ Asma’ binti Abu Bakar
ra. mewasiatkan sebelum wafatnya, ‘Jika aku meninggal dunia, mandikanlah aku
dan kafanilah, serta berilah wewangian, tetapi jangan tinggalkan parfum di kain
kafanku dan jangan mengikutiku dengan api.’ Asma’ binti Abu Bakar ra. meninggal
dunia beberapa malam setelah putranya Abdullah bin Zubair diturunkan dari
salib. Abdullah bin Zubair telah terbunuh pada hari Selasa, 17 jumadil-Ula
tahun 73 Hijriyah.